Rabu, 05 Desember 2007

Peran Asosiasi KKMB

PERAN ASOSIASI KONSULTAN KEUANGAN MITRA BANK (KKMB)
DALAM MEMBANTU PENGEMBANGAN UMKM
Oleh: Ardito Bhinadi*


Pemerintah telah cukup lama menggulirkan kebijakan kredit usaha mikro dalam rangka penanggulangan kemiskinan. Ada satu hal yang menarik untuk dicermati terkait dengan kebijakan pemerintah tersebut. Upaya-upaya penanggulangan kemiskinan telah dikaitkan dengan pengembangan usaha mikro. Dasar pemikiran yang berkembang adalah adanya pengelompokan umur dalam kerangka penanggulangan kemiskinan. Kelompok umur 0-15 tahun, bentuk intervensi dari pemerintah adalah penyiapan sosial melalui pelayanan dasar pendidikan dan kesehatan. Umur 15-55 tahun dikelompokkan dalam kelompok miskin produktif. Artinya, kelompok miskin pada usia produktif. Kelompok inilah yang menjadi fokus penanggulangan kemiskinan. Bentuk intervensi dari pemerintah untuk menangulangi kelompok miskin usia produktif adalah pengembangan usaha mikro melalui kredit kepercayaan usaha mikro (KKUM) dan pendampingan usaha. Pelaku utama yang diharapkan berperan membantu terlaksananya strategi ini adalah perbankan, Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB)/Business Development Services (BDS) dan dunia usaha. Sedangkan kelompok umur di atas 55 tahun oleh pemerintah diberikan perlindungan sosial melalui jaminan sosial.
Pemerintah dalam rangka pemberdayaan usaha mikro hingga saat ini juga telah melakukan langkah-langkan strategis. Pertama, menciptakan iklim usaha yang kondusif dan menyediakan lingkungan yang mampu mendorong pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) secara sistemik, mandiri dan berkelanjutan. Kedua, menciptakan sistem penjaminan (financial guarantee system) untuk mendukung kegiatan ekonomi produktif usaha mikro. Ketiga, menyediakan bantuan teknis dan pendampingan (technical assistance and facilitation) secara manajerial guna meningkatkan “status usaha” usaha mikro agar feasible dan bankable dalam jangka panjang. Keempat, penataan dan penguatan kelembagaan keuangan mikro untuk memperluas jangkauan pelayanan keuangan kepada usaha mikro secara cepat, tepat, mudah dan sistematis. Pemerintah dalam upaya penanggulangan kemiskinan melalui pemberdayaan usaha mikro, telah menyusun beberapa kebijakan kredit. Pertama, adanya nota kesepahaman (MoU) antara Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) dengan Bank Indonesia mengenai penanggulangan kemiskinan melalui pemberdayaan UMKM. Kerjasama ini dimaksudkan untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha mikro dan kecil. Kedua, nota kesepahaman (MoU) antara Sekretaris KPK dengan Deputi Gubernur Bank Indonesia tentang pemberdayaan Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) untuk mempercepat penyeluran kredit UMKM. Ketiga, Program Kredit Kepercayaan Usaha Mikro (KKUM). Keempat, Program Kredit Usaha Mikro Kecil (KUMK) dana SUP-005.
Perlu dicermati bahwa peran KKMB dalam pemberdayaan UMKM cukup besar. Banyak usaha mikro dan kecil meskipun sudah dikelola selama bertahun-tahun namun belum memiliki administrasi pembukuan yang baik. Padahal salah satu syarat dalam pengajuan kredit ke bank adalah adanya laporan kinerja usaha dalam bentuk laporan keuangan. Ketika pemilik UMKM berencana untuk meningkatkan usahanya, mereka terbentur pada penambahan modal. Masih banyak UMKM khususnya usaha mikro dan kecil yang belum bankable. Akses untuk mendapatkan pinjaman kredit dari bank dengan demikian menjadi terhambat. Inilah yang menjadi salah satu tugas KKMB untuk mempersiapkan UMKM agar menjadi lebih feasible dan bankable.
Sebelum istilah KKMB muncul, sudah banyak institusi yang menjadi pendamping bagi UMKM. Mereka ini dikenal dengan istilah penyedia jasa pengembangan usaha (Business Development Services Provider – BDSP). Namun, masih sedikit BDSP yang mempunyai kinerja dengan baik, terutama mendampingi UMKM untuk mendapatkan kredit dari bank. Banyak BDSP yang mengandalkan kredit program dari pemerintah dan belum banyak yang membantu UMKM untuk memanfaatkan kredit komersial. Kondisi inilah yang melahirkan gagasan untuk melakukan pembinaan pada institusi yang melakukan pendampingan pada UMKM. Muncullah gagasan untuk melakukan pemberdayaan pada BDSP-BDSP yang telah lebih dahulu muncul.
Di Provinsi DIY peran tersebut dijalankan oleh Satuan Tugas Pemberdayaan Konsultan Keuangan Mitra Bank DIY (Satgasda KKMB DIY). Satgasda KKMB menyelenggarakan pelatihan bagi KKMB-KKMB di DIY yang hingga saat ini telah berlangsung sebanyak empat angkatan. Angkatan keempat baru saja diselenggarakan di Hotel Wisanti Jl Tamansiswa Yogyakarta tanggal 27 – 30 Juni 2004. Setiap angkatan terdiri dari 25 orang peserta, dengan demikian sudah ada 100 orang yang mengikuti pelatihan tersebut. Tujuan pelatihan tersebut diantaranya adalah untuk meningkatkan bekal keahlian KKMB dalam mendampingi UKM binaannya. Apabila KKMB keahliannya meningkat, diharapkan semakin banyak UMKM yang dapat dihubungkan dengan bank untuk memperoleh tambahan modal bagi usaha UMKM tersebut.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Satgasda KKMB DIY, hanya sedikit KKMB yang melaporkan perkembangan pendampingan yang mereka lakukan pada UMKM binaannya. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan bagi KKMB yang diselenggarakan oleh Satgasda KKMB outcome nya masih kecil. Apa yang menyebabkan KKMB-KKMB yang selama ini telah mendapatkan pelatihan dari Satgasda KKMB DIY belum menunjukkan kinerja seperti yang diharapkan? Mengevaluasi dari belum baiknya kinerja KKMB-KKMB yang telah mendapatkan pelatihan sebelumnya, muncul sebuah wacana baru pada pelatihan bagi KKMB Angkatan IV. Para peserta pelatihan KKMB Angkatan IV sepakat bahwa diperlukan adanya aliansi strategis dari KKMB-KKMB yang ada di DIY untuk meningkatkan kinerja mereka. Usulan bentuk wadah yang disepakati kemudian adalah berbentuk asosiasi.
Mengapa Diperlukan Asosiasi KKMB?
Latar belakang pentingnya Asosiasi KKMB dibentuk didasarkan pada beberapa pertimbangan. Pertama, sampai saat ini masih sedikit KKMB yang kinerjanya baik. Kedua, setiap KKMB memiliki keterbatasan sumberdaya, namun di sisi lain, masing-masing KKMB memiliki keunggulan spesifik dibanding KKMB lainnya. Keterbatasan dan keunggulan inilah yang dapat disatukan melalui aliansi strategis di antara KKMB-KKMB yang ada di DIY. Ketiga, sangat banyak UMKM terdapat di DIY ini dengan permasalahan yang sangat beragam. Banyaknya permasalahan yang harus dibenahi ini tentunya tidak dapat diselesaikan hanya oleh satu KKMB saja yang sumberdayanya terbatas. Namun dengan kerjasama antar KKMB. Keempat, supaya menjadi KKMB yang profesional, ada banyak aspek dan kualifikasi yang harus dikuasai. Aspek tersebut menyangkut pengetahuan dan pemahaman tentang UMKM, perbankan dan lembaga keuangan lainnya, kebijakan pemerintah, dan lain-lain. Hanya KKMB yang besar dan mempunyai dukungan sumberdaya yang kuat mampu mengcover aspek-aspek tersebut. Kelima, selama ini ada ketidakseimbangan posisi KKMB ketika harus berhadapan dengan perbankan. Industri perbankan yang telah berkembang selama berpuluh-puluh tahun tentunya mempunyai keahlian yang lebih baik dibandingkan KKMB dalam melakukan penilaian kelayakan suatu kredit. Bahkan ada perbankan yang enggan untuk menggunakan jasa KKMB karena permasalahan kepercayaan bank pada KKMB itu sendiri. Apabila masing-masing KKMB bisa melakukan sinergi dengan membentuk aliansi strategis, maka posisi KKMB akan mempunyai daya tawar yang lebih kuat dengan perbankan. Keenam, jumlah perbankan di DIY cukup banyak, dan masing-masing bank memiliki preferensi tersendiri dalam menyalurkan kreditnya. Biayanya terlampau mahal bagi KKMB bila harus mencari semua informasi tentang semua bank di DIY. Hal ini bisa dijembatani melalui sebuah wadah bagi KKMB untuk bertukar informasi, pengetahuan dan transfer keahlian.
Berdasarkan keenam latar belakang di atas, maka kehadiran Asosiasi KKMB sangat diperlukan. Asosiasi KKMB merupakan solusi riil untuk memecahkan berbagai permasalahan di atas. Mengapa wadah yang dibentuk adalah asosiasi dan bukan lainnya? Asosiasi KKMB dipilih dengan beberapa pertimbangan. Pertama, jika wadah KKMB sebatas forum komunikasi, maka ikatannya menjadi kurang kuat. Forum komunikai dikhawatirkan hanya terbatas pada tukar informasi dan sebagai wadah komunikasi antar KKMB. Para anggota forum komunikasi dikhawatirkan pula kurang memiliki komitmen yang kuat untuk saling bersinergi. Sulit diharapkan munculnya kesepakatan-kesepakatan yang mengikat bagi semua anggota. Kedua, wacana untuk membuat perusahaan yang berstatus hukum juga mengemuka sebagai wadah bersama KKMB. Wacana yang berkembang adalah membentuk CV atau PT. Pembentukan perusahaan formal ini akan melebur identitas masing-masing entitas KKMB. KKMB-KKMB yang selama ini telah eksis tentunya menolak jika eksistensi mereka menjadi hilang.
Asosiasi KKMB sebagai wadah sinergi atau aliansi strategis bagi KKMB-KKMB dengan demikian merupakan pilihan strategis untuk kondisi saat ini. Ada empat hal yang memperkuat diperlukannya keberadaan Asosiasi KKMB ini. Pertama, melalui wadah asosiasi diharapkan KKMB-KKMB yang bergabung di dalamnya mempunyai ikatan komitmen yang kuat. Komitmen yang kuat diperlukan di dalam sebuah organisasi agar organisasi tersebut dapat berjalan dengan baik. Kedua, asosiasi tidak menghilangkan ciri khas dan keberadaan masing-masing KKMB. Bahkan melalui asosiasi KKMB, akan muncul sinergi untuk saling melengkapi kekurangan masing-masing KKMB. Ketiga, melalui asosiasi akan mendorong masing-masing KKMB untuk meningkatkan kompetensi sektoralnya. Setiap KKMB akan mempunyai keunggulan spesifik yang mungkin tidak dimiliki oleh KKMB lainnya. Sebagai contoh, apabila KKMB X memiliki UMKM binaan yang memerlukan program akuntansi untuk usahanya, maka KKMB X dapat meminta bantuan KKMB Y yang memiliki keunggulan dalam bidang tersebut. Keempat, melalui asosiasi KKMB, daya tawar KKMB terhadap berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) akan semakin kuat. Akan berbeda ketika melakukan negosiasi dengan perbankan apabila satu KKMB berhadapan sendiri dibandingkan dengan asosiasi. Pihak perbankan pun akan lebih diuntungkan dengan keberadaan Asosiasi KKMB karena akan lebih jelas dengan siapa mereka akan bekerjasama. Keberadaan Asosiasi KKMB juga menguntungkan Satgasda Pemberdayaan KKMB karena lebih mudah memantau keberadaan dan aktivitas KKMB-KKMB yang ada di wilayahnya.
Pembentukan Asosiasi KKMB ini tentunya harus diikuti aturan main dan kode etik yang jelas. Persaingan tidak sehat antar KKMB dalam mendapatkan klien akan dapat diminimalkan melalui keberadaan Asosiasi KKMB. Asosiasi KKMB setidaknya mempunyai beberapa peran. Pertama, Asosiasi KKMB berperan menjadi katalisator bagi terwujudnya aliansi strategis dari KKMB-KKMB yang telah ada selama ini. Kedua, menjadi negosiator bagi KKMB-KKMB yang ada untuk melakukan pembahasan bersama dengan pihak perbankan menyangkut kerjasama yang lebih luas dan kuat. Kerjasama tersebut tujuan utamanya adalah membantu agar fungsi intermediasi perbankan dapat terlaksana dengan baik. Wujud nyatanya adalah banyak UMKM yang mendapat pinjaman kredit dari perbankan untuk mengembangkan usahanya. Bentuk nyata dari kerjasama tersebut menyangkut pula fee yang didapatkan oleh KKMB dalam membantu pihak bank menyalurkan kredit ke UMKM. Sedangkan KKMB berkewajiban membantu bank mendampingi UMKM binaannya agar memperoleh kredit dari bank, sekaligus melakukan monitoring penggunaan kredit ketika UMKM binaannya tersebut berhasil memperoleh kredit dari bank. Ketiga, Asosiasi KKMB bekerjasama dengan Satgasda KKMB dan perbankan melakukan road show ke UMKM-UMKM yang ada di DIY. Tujuan road show ini adalah untuk memperkenalkan kepada UMKM tentang keberadaan KKMB yang siap mendampingi UMKM memperbaiki kinerja usahanya dan membantu mendapatkan akses pinjaman ke bank. Keempat, Asosiasi KKMB berperan membantu tugas Satgasda KKMB dalam melakukan pemantauan dan pembinaan pada KKMB-KKMB yang telah ada. Asosiai KKMB dapat menyusun kode etik bagi KKMB yang menjadi anggotanya. Kode etik tersebut diperlukan supaya diantara KKMB tidak muncul praktek-praktek yang tidak baik. Praktek-praktek tersebut dapat berupa penekanan pada UMKM agar mau memberikan imbalan pada petugas bank dalam jumlah besar supaya kreditnya lancar, janji-janji pada UMKM bahwa kreditnya pasti akan diterima oleh bank jika UMKM tersebut mau membayar mahal pada KKMB. Termasuk yang perlu diatur dalam kode etik tersebut adalah tidak diperkenankannya seorang KKMB merebut UMKM yang telah menjadi binaan KKMB lainnya. Namun diperkenankan suatu UMKM dibina oleh lebih dari satu KKMB.
Melalui pembentukan Asosiasi KKMB ini, tripilar pembinaan UMKM di DIY dapat semakin kuat. Tripilar pembinaan UMKM terdiri dari pemerintah (Satgasda KKMB), pendamping UMKM (Asosiasi KKMB) dan lembaga keuangan. Pemerintah melalui Satgasda Pemberdayaan KKMB berperan meningkatkan kinerja KKMB dalam melakukan fungsi channelling UMKM pada pihak perbankan, menyusun kebijakan-kebijakan perkreditan yang berpihak pada UMKM dan menghimbau pada pihak perbankan untuk menyediakan kredit bagi UMKM (dimasukkan dalam Business Plan Bank). Sementara itu lembaga keuangan khususnya bank, berperan menjalankan fungsi intermediasi berupa penyaluran kredit ke UMKM dengan tetap berpedoman pada prinsip kehati-hatian bank. Mengingat dapat dipahami pula bahwa uang yang disalurkan bank ke masyarakat pada dasarnya adalah uang yang berasal dari masyarakat pula dan harus dipertanggungjawabkan keamanannya. Sedangkan peran Asosiasi KKMB telah banyak diuraikan di depan. Peran utamanya tentunya adalah menjadi pendamping bagi UMKM binaannya untuk mendapatkan kredit dari bank.

Tidak ada komentar: