Rabu, 05 Desember 2007

Pengembangan Kawasan Pesisir

PEMBANGUNAN KAWASAN PESISIR
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
MELALUI OPTIMALISASI SUMBERDAYA LOKAL
Oleh: Ardito Bhinadi



Pendahuluan
Pembangunan kawasan pesisir Selatan Daerah Istimewa Yogyakarta terombang-ambing laksana ombak laut Selatan. Pasang surut perhatian terhadap kawasan ini mengakibatkan pembangunan berjalan relatif lebih lambat dibandingkan konsep pembangunan perkotaan dan perdesaan. Padahal kawasan pesisir menyimpan potensi yang besar di samping permasalahan yang cukup banyak pula.
Belum optimalnya pengembangan kawasan pesisir tidak terlepas dari beberapa permasalahan berikutini. Pertama, pembangunan kawasan pesisir masih bersifat sektoral. Masing-masing sektor seolah berebut kepentingan dalam membangun kawasan pesisir. Tidak ada master plan yang disepakati bersama, sehingga masing-masing pemangku dapat mengoptimalkan perannya untuk mengimplementasikan master plan tersebut.
Kedua, pembangunan kawasan pesisir masih dilihat sebagai batas wilayah administratif. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah memberikan kewenangan yang luas kepada Daerah Kabupaten dan Kota untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat setempat sesuai peraturan perundang-undangan. Pasal 10 ayat (2) UU Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan kewenangan daerah di wilayah laut adalah:
1) eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut tersebut.
2) Pengaturan kepentingan administratif,
3) Pengaturan tata ruang,
4) Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh Daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah,
5) Bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara.
Wilayah laut Daerah Propinsi adalah sejauh dua belas mil laut yang diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan atau ke arah perairan kepulauan. Wilayah laut Daerah Kabupaten dan Kota adalah sepertiga dari wilayah laut Daerah Propinsi. Melihat ketentuan tersebut maka daerah pesisir merupakan kewenangan dari Daerah Kabupaten dan Kota. Tafsir atas isi peraturan perundangan di atas masih beragam yang mengakibatkan terjadi rebutan pengelolaan kawasan pesisir dan konflik kepentingan antar Daerah. Pembangunan kawasan pesisir belum dipandang sebagai suatu kesatuan ekosistem yang tidak dibatasi oleh wilayah adminisratif pemerintahan.
Ketiga, pembangunan kawasan pesisir belum menjadi milik bersama semua pemangku (stakeholders) wilayah. Konflik terhadap rencana pembangunan kawasan pesisir masih sering terjadi karena kurangnya komunikasi pemilik rencana pembangunan dengan masyarakat yang akan terkena dampak dari pembangunan tersebut. Persepsi pembangunan masih menjadi domain pemerintah sedangkan mastyarakat hanyalah obyek pembangunan dan tidak memiliki domain yang sama untuk merencanakan pembangunan lingkungannya.
Adanya beberapa permasalahan di atas mengakibatkan pembangunan kawasan pesisir relatif tertinggal dibandingkan pembangunan kawasan perkotaan dan perdesaan non pesisir. Luasnya permasalahan tersebut harus diurai dan dipecahkan bersama agar pembangunan kawasan pesisir dapat berjalan dengan baik.

Konsep Pembangunan Kawasan Pesisir
Ada beberapa pendekatan pembangunan kawasan pesisir yang telah digagas dan dicoba untuk diimplementasikan. Salah satu konsep pembangunan kawasan pesisir yang dikembangkan adalah Integrated Coastal Zone Management. Konsep ini mengembangkan kawasan pesisir secara terpadu dengan memperhatian segala aspek terkait di pesisir yang meliputi antara lain aspek ekonomi, sosial, lingkungan dan teknologi. Potensi-potensi ekonomi dan sosial yang dikembangkan dengan pemanfaatan teknologi yang ada harus mempertimbangkan faktor lingkungan. Pengembangan ekonomi masyarakat harus disertai pembangunan kekuatan sosial masyarakat supaya identitas dan karakter sosial masyarakat tidak hilang.
Pendekatan kedua adalah pengelolaan berbasis masyarakat (community-based management). Pendekatan ini menekankan pengelolaan sumberdaya alam yang meletakkan pengetahuan dan kesadaran lingkungan masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaannya. Di dalam pendekatan ini, masyarakat diberi kesempatan dan tanggung jawab dalam melakukan pengelolaan terhadap sumberdaya yang dimilikinya, dimana masyarakat sendiri yang mendefinisikan kebutuhan, tujuan dan aspirasinya serta masyarakat itu pula yang membuat keputusan demi kesejahteraannya.
Pendekatan ketiga adalah model pengelolaan kawasan pesisir yang kolaboratif memadukan antara unsur masyarakat pengguna (kelompok nelayan, pengusaha perikanan, dan lain-lain) dengan pemerintah. Pendekatan ini dikenal dengan Co-management yang menghindari peran dominan berlebihan dari satu pihak dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut sehingga pembiasaan aspirasi satu pihak dapat dieliminasi.
Pendekatan yang ingin dikembangkan di kawasan pesisir DIY adalah pembangunan kawasan pesisir berdasarkan potensi sumberdaya lokal (local based resources development). Pendekatan ini lebih mengutamakan untuk mengoptimalkan potensi sumberdaya lokal yang sudah ada dan tidak membawa sumberdaya luar untuk pengembangan kawasan. Konsep ini bukan berarti menolak masuknya investor dari luar. Investor bersifat komplemen dan bukan substitusi dalam pengembangan kawasan pesisir. Basis utama pengembangan haruslah potensi lokal. Investor yang diharapkan masuk ke kawasan pesisir adalah investor yang mampu menjadi katalisator pengembangan sumberdaya lokal. Investor yang mampu menyerap dan mendayagunakan sebesar-besarnya sumberdaya lokal dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan.
Konsep ini dikembangkan mengingat pengalaman pembangunan selama ini yang mencoba untuk meminggirkan potensi sumberdaya lokal dengan datangnya investor ke wilayah tersebut. Kedatangan investor sering tidak mengoptimalkan potensi lokal namun dengan alasan kurangnya bahan baku lokal dan rendahnya kualifikasi sumberdaya manusia lokal, mereka mengambil bahan baku dan sumberdaya manusia dari luar wilayah tersebut. Penduduk lokal akhirnya hanya menjadi penonton besarnya skala usaha perusahaan atau industri di wilayahnya. Keunggulan konsep ini antara lain:
1) Sumberdaya lokal dapat dioptimalkan penggunaannya untuk sebesar-besarnya kepentingan masyarakat setempat dan sekitarnya.
2) Memiliki pondasi pembangunan kawasan pesisir yang lebih kokoh karena didukung oleh sumberdaya lokal yang ada.
3) Mengeliminasi potensi konflik karena kekuatan ekonomi dan sosial dibangun dari bawah.
4) Masyarakat lokal menjadi mesin utama pembangunan kawasan pesisir sehingga tidak akan terpinggirkan dengan kemajuan pembangunan kawasan pesisir.
Pendekatan local based resources development mensyaratkan adanya pengkajian secara mendalam potensi sumberdaya lokal beserta pengembangannya. Adapun tahap-tahap yang harus ditempuh demi keberhasilan konsep ini dapat diuraikan berikut ini.


Tahap I: Studi Potensi dan Pengembangan Sumberdaya Lokal
Tujuan:
1) menganalisis potensi sumberdaya lokal yang dapat dikembangkan untuk kemajuan pembangunan kawasan pesisir,
2) menganalisis jaringan pasar untuk memasarkan produk-produk unggulan maupun non unggulan,
3) menganalisis kebutuhan sarana dan prasarana pengembangan ekonomi kawasan,
4) menganalisis kebutuhan pendanaan usaha ekonomi produktif kawasan.
Ruang Lingkup Kegiatan:
1) melakukan studi potensi sumberdaya lokal,
2) melakukan studi potensi pengembangan produk lokal,
3) melakukan studi jaringan pasar dan strategi pemasaran produk lokal,
4) melakukan studi pendanaan pengembangan usaha ekonomi produktif.

Tahap II: Penguatan Kelembagaan Usaha Produktif Masyarakat
Tujuan:
1) meningkatkan kemampuan kelompok usaha produktif masyarakat kawasan pesisir dalam pengembangan usaha mereka,
2) meningkatkan kemampuan manejerial dalam pengelolaan kelompok masyarakat,
3) membentuk dan memperkuat koperasi sebagai lembaga ekonomi formal masyarakat yang profesional, sehat dan berkembang,
4) memperkuat posisi, daya saing dan daya tawar kelompok masyarakat dalam menghadapi persaingan usaha dan pengelolaan kawasan pesisir,
5) meningkatkan kesejahteraan masyarakat kawasan pesisir.
Ruang Lingkup Kegiatan:
1) penguatan kelembagaan dan kapasitas kelompok usaha ekonomi produktif masyarakat melalui pengenalan manajemen kelompok, metode tanggung renteng, kompetensi teknis dan pertanggungjawaban koletktif,
2) pendirian dan penguatan kelembagaan koperasi guna memenuhi dan memfasilitasi berbagai kebutuhan usaha anggota: dana bergulir, sarana dan prasarana produksi, akses pasar dan teknologi,
3) pendampingan kelompok usaha ekonomi produktif masayarakat.


Tahap III: Pengembangan Kawasan Pesisir Mandiri
Tujuan:
1) meningkatkan kemandirian ekonomi dan sosial masyarakat kawasan pesisir,
2) meningkatkan peran anggota keluarga khususnya ibu dan anak dalam peningkatan pendapatan keluarga.
Ruang lingkup program:
Meningkatkan ketrampilan masyarakat khsususnya ibu dan anak supaya memiliki kemandirian ekonomi yang kuat untuk menopang kebutuhan rumahtangga dengan berbagai pelatihan dan pendampingan.

Tahapan Perkembangan Usaha dan Jaringan Pendanaan

Tidak ada komentar: